MUHAMMAD ALI PASYA (1769-1849)
Invasi
Napoleon ke daerah Timur Tengah menimbulkan kekhawatiran pemerintahan
pusat Utsmani, jika serangan dari Napoleon sampai ke Istanbul. Untuk menumpas
Napoleon beserta pasukannya Sultan Salim III (1789-1807) mengumpulkan
tentaranya. Salah satu perwira tersebut bernama Muhammad Ali, seorang tokoh
yang keras dan pemberani. Dalam pertempuran yang terjadi dengan pasukan
Prancis, Ali menunjukkan kegigihan yang luar biasa dan segera
diangkat menjadi
kolonel. Ketika Prancis keluar dari Mesir, maka Muhammad Ali lah yang
memainkan peran penting dalam kekosongan kekuasaan tersebut. Pada pembahasan
ini akan dipaparkan lebih lanjut mengenai Kebijakan Muhammad Ali Pasya,
sekaligus sebagai awal pembahasan dari sejarah Mesir Modern.
Mengenal Muhammad Ali Pasya
Muhammad Ali
Pasya al Mas’ud ibn Agha merupakan keturunan Turki, yang lahir di Kawala,
Macedonia, Rumeli eyalet, Utsmani (sekarang masuk wilayah Yunani) pada 4 Maret
1769 dan meninggal pada 2 Agustus 1849 di Mesir. Ali berasal dari keluarga yang
tidak mampu, orang tuanya bekerja sebagai penjual rokok, sehingga masa
kecilnya dihabiskan untuk bekerja keras untuk dapat bertahan hidup. Ia tidak
memperoleh kesempatan untuk memperoleh pendidikan, akibatnya hingga dia dewasa
tidak pandai menulis maupun membaca.
Setelah
dewasa ia menjadi pemungut pajak bagi Utsmani, dia dikirimkan pemerintahan
Utsmani untuk memberi pelajaran pada desa-desa yang terlambat membayar pajak
pada pemerintah. Dia dan orang-orangnya kemudian membentuk kamp tentara di
sekitar desa, kemudian merampas dan merampok dan merampok harta rakyat,
kericuhan pun terjadi di desa-desa tersebut. Sehingga memaksa orang-orang desa
itu untuk membayar uang yang dituntut, meskipun sangat memberatkan mereka.
Meskipun
dalam memungut pajak Ali sering menggunakan kekerasan, ia menjadi
kesayangan Gubernur Utsmani setempat, karena dianggap mempunyai kecakapan dalam
pekerjaan ini. Akhirnya ia diangkat sebagai menantu oleh gubernur tersebut dan
mulai saat itu namanya mulai banyak dikenal. Selanjutnya, Ali masuk ke dinas
militer, dan dalam bidang kemiliteran ini dia memperlihatkan kecakapan yang
tinggi, sehingga pangkatnya dapat cepat naik menjadi perwira. Ketika pergi ke
Mesir untuk mengusir tentara Prancis jabatannya masih sebagai wakil perwira
yang mengepalai pasukan yang dikirim dari daerahnya.
Muhammad Ali Pasya Menjadi Gubernur Mesir
Dalam
pertempuran di Mesir, ia menunjukkan kemampuan dan keberanian yang luar biasa,
sehingga dianugerahi pangkat kolonel. Kekuksesan Ali dalam membebaskan Mesir
dari tentara Napoleon, membuatnya memperoleh simpati dan dukungan dari rakyat
Mesir. Ketika Mesir terjadi kekosongan kekuasaan setelah tentara Prancis
kembali ke Eropa, Muhammad Ali memainkan peran penting dalam kekuasaam politik
tersebut. Dengan dukungan dari rakyat tidaklah sulit bagi Ali, untuk memainkan
peran tersebut.
Pasca
kepergian tentara Prancis, kaum Mamluk yang dahulu lari dikejar Napoleon,
kembali lagi ke Cairo untuk memegang kekuasaan mereka yang lama. Dari Istanbul
datang pula Pasya dengan tentara Utsmani. kedua golongan ini berusaha keras
untuk merebut kekuasaan bagi pihaknya. Melihat hal ini, Muhammad Ali mengambil
kesempatan untuk mengadu domba kedua belah pihak. Perlu diketahui rakyat Mesir
pada masa itu menaruh rasa benci terhadap kaum Mamluk, hal inilah yang dicoba
dimanfaatkan oleh Muhammad Ali untuk menghimpun kekuatan. Pasukan yang dipimpin
Muhammad Ali sendiri bukan berasal dari orang-orang Turki, melainkan dari
orang-orang Albania.
Untuk
menguasai Mesir, Muhammad Ali memulainya dengan memukul saingan terlemah
terlebih dahulu, yaitu pasukan yang bersama Pasya baru yang dikirim Sultan.
Pasukan yang dikirim Sultan tersebut dikepung, dan membuat Pasya menyerah
sehinggaterpaksa kembali keIstanbul. Muhammad Ali mengangkat dirinya sendiri
sebagai Pasya yang baru 18 Juni 1805, pengangkatan Muhammad Ali ini terpaksa
diterima oleh pemerintah Utsmani, karena dukungan dari rakyat Mesir terhadap
Muhammad Ali.
Meskipun
Muhammad Ali sudah berusaha menjadi tangan kanan Sultan yang taat padanya, dan
sering mengungkapkan kata-kata yang menunjukkan kepatahunnya terhadap Sultan
dan pemerintahan Utsmani, namun sultan Salim III dapat menangkap makna di balik
ungkapan-ungkapan itu. ini bisa terlihat dari kekhawatirannya kepada gubernur
baru ini. Melihat gelagat yang tidak baik, Sultan Salim memerintahkan agar
Muhammad Ali dipindahkan dari wilayah Mesir. Namun, intervensi ulama
menyebabkan Sultan harus menarik apa yang dia katakan dan tetap menempatkan
Muhammad Ali Pasya sebagai penguasa Mesir pada 6 November 1806 M. Dari sinilah
Muhammad Ali mulai membangun kekuatan pada kekuasaannya.
Setelah
menduduki puncak kekuasaan di Mesir, ia mulai menghancurkan pihak-pihak yang
mungkin akan menentang kekuasaannya, khususnya kaum Mamluk. Dalam menentukan
kebijakannya, ia banyak dipengaruhi oleh Syaikh Hasan al-Aththar anggota grup
Izisie dan Sulaiman Pasya al-Farsawi seorang kolonel Prancis yang memeluk
Islam. Ekspedisi militer pertamanya terjadi pada tahun 1811, ketika
menyerang kelompok Wahabi di Saudi Arabia, sebuah perang yang lama hingga 1818.
Untuk menghormati keberangkatan pasukan pertama yang berjumlah sekitar 10.000
personil dipimpin oleh anaknya yang berusia enam belas tahun, Thusun, Muhammad
Ali Pasya mengadakan resepsi di benteng Kairo dan mengundang beberapa Mamluk
sebagai tamu kehormatan.
Kesempatan
untuk memusnahkan kaum Mamluk muncul pada pesta tesebut, perlu diketahui
sebelum pesta tersebut dilakukan, pernah terjadi perencanaan pembunuhan
terhadap Muhammad Ali, namun rencana tersebut terungkap. Setelah konspirasi
mereka tercium, pemimpin-pemimpin Mamluk ditangkap untuk kemudian dibunuh.
Untuk memusnahkan sisa-sisa kaum Mamluk, Muhammad Ali menggunakan siasat
seolah-olah mengampuni mereka, dan mengundang mereka untuk berpesta di
bentengnya yang terletak di bukit Mukattam.
Ketika acara
pesta tersebut berakhir, para Mamluk itu keluar menuju jalan sempit menuju
gerbang utama, dan di sanalah mereka dibantai. Dari 470 orang, hanya satu orang
yang berhasil kabur dengan melompat dari pagar Istana ke jurang yang ada di
Bukit Mukattam. Pembunuhan di atas bukit itu merupakan peringatan terhadap sisa
Mamluk lainnya untuk tidak berbuat macam-macam dengan Muhammad Ali. Semua
kekayaan Mamluk kemudian disita. Kalangan Mamluk yang hampir selama enam ratus
tahun menjadi masalah Mesir, akhirnya dapat terselesaikan.
Kebijakan dalam Negeri Muhammad Ali Pasya
Setelah
Muhammad Ali berhasil mengokohkan dirinya dalam kekuasaan, ia melindungi
dirinya dengan para pengawa dan pembantu dari kalangan Kristen Arwam, Armenia,
orang-orang Qibhti dan Yahudi; serta berhasil menarik sisa-sisa Mamluk dengan
menjadikan mereka penguasa di biara-biasa. Semua kebijakan tersebut sangat
tidak disukai oleh sebagian besar kaum muslim di Mesir, karena ini
menggambarkan ketidakpendulian Muhammad Ali terhadap masalah mereka. Abudrahman
al-Jabarati seorang sejarawan yang hidup sezaman dengan Muhammad Ali
mengatakan: “Dia telah membuka pintunya bagi orang-orang Kristen Arwam
dan Armenia, sehingga menjadikan mereka naik ke posisi penting setelah
sebelumnya menjadi orang yang rendang. Dia juga ingin selalu mendominasi dan
melakukan kekerasan dan tidak pernah menaruh kasihan pada orang-orang yang
beroposisi dengannya.”
Muhammad Ali
dan para pengikutnya dari kalangan non-Muslim, telah menerapkan politik
diktator di Mesir. Kediktatoran ini semakin menjadi karena rakyat Mesir sendiri
tidak mempunyai organisasi dan kekuatan untuk menentang kekuasaan Muhammad Ali.
Rezim militer agresif Muhammad Ali didukung oleh reorganisasi pemerintah dan
masyarakat Mesir yang berskala luas. Dalam hal ini Muhammad Ali berusaha
menciptakakan sebuah kekuasaan diktator terpusat yang dibangun di atas pasukan
militer Turki, Kurdi, Circassia, dan beberapa pasukan militer lainnya yang
telah menjadi anggota keluarga pribadinya. Dengan bantuan penasehat militer
dari Italia dan Prancis (akan dijelaskan pada point tersendiri), ia membentuk
sebuah pasukan baru, yang semula direkrut dari tentara petani.
Selain
reorganisasi militer, ia juga menyusun sistem perpajakan baru, dengan
mempekerjakan petugas penarik pajak yang diberi gaji tetap, menggantikan pajak
pertanian yang lama. Penulis-penulis coptic diangkat ntuk menduduki jabatan
administratif menengah. Seluruh kekuatan politik lainnya dihancurkan (Mamluk),
kekuasaan ulama, uang pada akhir abad delapan belas berperan dalam urusan
keuangan dan politi, jjuga mengalami kemerosostan disebabkan kebijakan Muhammad
Ali merampas hak pajak pertanian dan waqaf mereka.
Untuk dapat
menggaji aparat pemerintah, dilancarkan reorganisasi perekonomian secara total.
Muhammad Ali memprakarsai pengambangan perkebunan tebu dan kapas karena
keduanya merupakan komoditas yang laku pesat dalam pasaran internasional.
Beberapa proyek irigasi besar direncanakan untuk mendukung kegiatan pertanian
sepanjang tahun. Kontrol negara terhadap kegiatan pertanian dan perdagangan
memungkinkan Muhammad Ali untuk memonopoli harga, ia membeli produksi kapas
dari kaum petani dengan harga sangat murah kemudian menjualnya kepada para
eksporter dengan mendapatkan keuntungan berlipat. Ahli-ahli mesin dan teknisi
didatangkan dari Eropa untuk membangun pabrik yang menghasilkan kapas, wool,
gula, kertas, barang-barang kulit, dan senjata.
Muhammad Ali
menghapuskan pengajaran yang bersumber dari agama sebagai realisasi dari
politiknya. Kemudian mendirikan sekolah dengan sistem pendidikan baru, untuk
melatih para pegawai teknisi dan tentara. Pendirian sekolah tersebut banyak
mendatangkan pengajar-pengajar dari Eropa, sekolah bercorak Eropa ini tentu
saja untuk semakin menguatkan rezim militernya. Kebijakan yang seperti inilah
yang menyebabkan Arnold Toynbee sejarawan terkenal asal Inggris mengatakan:
“Muhammad Ali adalah seorang diktator yang memungkinkan dirinya merealisasikan
pandangan-pandangan Napoleon di Mesir.”
Kebijakan Luar Negeri Muhammad Ali Pasya
Terdapat
beberapa kebijakan luar negeri Muhammad Ali Pasya yang sangat berpengaruh pada
masa lalu. Mulai dari penumpasan gerakan Wahabi dan Salaf di Saudi Arabia,
memadamkan pemberontakan di Yunani, pembangkangan terhadap pemerintah Turki
Utsmani, dan kebijakan ekonomi internasional Muhammmad Ali Pasya. Kebijakan
luar negeri tersebut akan dipaparkan di bawah ini:
- Muhammad Ali Pasya
melawan gerakan Wahabi dan Salaf di Jazirah Arab
Pada tahun
1807, gerakan Wahabi dan Salafi telah hampir menguasai keseluruhan Jazirah
Arab. Berulang kali mereka berusaha merebut Haramain namun selalu berujung
kegagalan, Sultan sangat menginginkan Jazirah Arabia kembali sepenuhnya berada
di bawah kekuasaan Utsmani. Untuk membebaskan Haramain, pemerintah Turki
Utsmani meminta pada gubernurnya Muhammad Ali untuk melakukan serangan ke
negeri Arab. Namun, Muhammad Ali tidak langsung memenuhi permintaan pemerintah
Turki Utsmani tersebut, baru pada tahun 1811 M, Muhammad Ali mengirimkan
ekspedisi pertamanya ke Saudi Arabia.
Pasukan
Muhammad Ali menjadi poros utama pemerintah Utsmani untuk menaklukkan Hijaz.
Pasukan Muhammad Ali kembali berjaya di peperangan yang memakan waktu
bertahun-tabun tersebut, dengan keberhasilan mereka menguasai Hijaz pada
Januari 1815. Muhammad Ali kemudian diangkat sebagai penguasa baru di
Hijaz yang membuatnya harus pergi meninggalkan Mesir menuju Hijaz, dan
tragisnya dia menguasir Syarif Ghalib rekan seperjuangan yang telah banyak
membantu dalam penaklukan Hijaz.
Muhamamd Ali
tidak berdiam lama di Jazirah Arab demi mewujudkan ambisi-ambisinya yang lain.
Sebaliknya, ia kembali ke Mesir dan membiarkan anaknya Thusun di Hijaz. Dengan
cepat Thusun mampu mengalahkan Saudi untuk pertama kalinya melalui pasukan yang
dikomandoinya sendiri. setelah itu ia bergerak menuju arah utara Najd hingga
sampai ke kota Ras, setelah itu ia menguasai Syabiah. Pangeran Abdullah segera
membuka pintu damai, untuk mencegah semakin banyaknya pertumpahan darah. Maka,
terjadilah perundingan antara kedua belah pihak. Ternyata perundingan tersebut
tidak diterima Pangeran Abdulah. Kegagalan tersebut membuat Abdullah
mengirimkan utusan langsung untuk berunding dengan Muhammad Pasya, namun utusan
tersebut gagal.
Setelah
gagalnya perundingan, pengikut bani Sa’ud kembali bersiap untuk berperang.
Untuk menghadapinya, Ali mengirim kembali ekspedisi militer pada 1816, yang
dipimpin oleh anaknya yang bernama Ibrahim Pasya. Pasukan Ibrahim Pasya
bergerak dari Hijaz menuju Najd dan bergasul menguasai kota-kota ‘Unaizah,
Buraidah, dan Syaqra’, serta bisa menaklukkan kawawsan Alqashim. Terhadap
keunikan dalam gempuran awal Ibrahim, dia menggunakan taktik lembut terhadap
para Kabilah. Berbeda dengan Tusun kakaknya, ia melarang pasukannya merampas
dan merampok harta rakyat, sehingga kabilah-kabilah pun menjadi tertarik.
Dengan
pasukannya yang terdiri dari orang-orang Prancis, dia mampu melanjutkan
serangan hingga ke Dir’yah yang berlangsung cukup lama sejak bulan April hingga
September 1818 M dan berakhir dengan menyerahnya pangeran Abdullah bin Saud.
Setelah berhasil menaklukkan Dir’ah, pangeran Abdullah dikirim ke Kairo untuk
selanjutnya dikirim ke Istanbul. di Istanbul Abdullah sempat diarak tiga hari
penuh, untuk kemudian dihukum pancung.
- Muhammad Ali Pasya dan
Pemberontakan Yunani
Muhammad Ali
telah melakukan peran besar dalam memberangus gerakan Salafi di Jazirah Arab.
Namun, pemberontakan yang baru muncul kembali. Pemberontakan kali ini muncul
dari kaum Kristen di Yunani. Saat itu bangsa Eropa mendorong Sultan Mahmud II
untuk meminta bantuan pasukan Ali Pasya dalamusaha memadamkan pemberontakan.
Pada saat yang sama, bangsa Eropa juga menyerukan pada Ali Pasya untuk menerima
tawaran yang sangat penting ini. Ali Pasya menerima tawaran sultan Mahmud II
dengan syarat mendapatkan bagian untuk menguasai Kreta dan Yunani. Ketika
syarat tersebut diterima, Ali Pasya segera mengirimkan anaknya untuk memimpin
pasukan perang di Morea.
Pasukan Mesir
bergerak di bawah komando Ibrahim Pasya dan penasehatnya Sulaiman Pasya
al-Farsawi melalui jalur laut Iskandariyah pada tahun 1823 M menuju Kreta dan
kepulauan Morea, pusat pemberontakan orang-orang Kristen Salibis. Nafirin
berhasil ditaklukkan pada tahun 1924 M, dan pasukan tersebut telah berhasil
memasuki Athena pada tahun 1823 M, meskipun pasukan dibantu oleh panglima
Inggris yang bernama Lord Kushiran.
Ketika
pasukan Utsmani telah berhasil memadamkan pemberontakan Yunani, bangsa Eropa
menampakkan wajah aslinya dan mereka mengumumkan perlindungannya terhadap
pemerintah Yunani. Bahkan Rusia secara terang-terangan membantu pemberontakan
Yunani. Rusia, Prancis, dan Inggris sepakat untuk menekan pemerintah Utsmani
untuk memberikan kemerdekaan pada Yunani. Namun, permintaan itu ditolak keras
oleh Sulan. Bangsa Eropa juga meminta Ibrahim Pasya menghentikan perang, namun
ia menolak permintaan tersebut, karena dia hanya tunduk akan perintah Khalifah
Islam dan Ayahnya sendiri.
Dengan
penolakan-penolakan tersebut, pasukan Eropa mengatur siasat licik untuk merebut
Yunani. Mereka memasukkan pasukan-pasukan tanpa alat persenjataan ke Yunani,
setelah mereka berhasil masuk ke Yunani mereka mengeluarkan senjata-senjata
mereka dan menembaki kapal-kapal dan pasukan Utsmani hingga tenggelam. Tindakan
ini membuat situasi menjadi berbalik, peristiwa itu meyebabkan 30.000 pasukan
Muhammad Ali terbunuh. Ali Pasya kemudian memutuskan untuk menarik pasukannya
dari Uinani, dan pasukan Prancis akhirnya menempati posisi yang ditinggalkan
pasukan Ali Pasya. Kekalahan tersebut juga menandai pemisahan Yunani dari
wilayah Turki Utsmani.
- Konflik Muhammad Ali
Pasya dengan Turki Utsmani
Permasalah
ini timbul dari kasus pelarian kewajiban militer yang dilakukan Abdullah Pasya,
penguasa di Aka, dengan membawa 6000 orang dari Mesir yang lari dari pasukan
Ali Pasya pada tahun 1831. Abdulah Pasya mengambil paksa dagangan orang-orang
Ali Pasya Ali Pasya kemudian menulis surat pada Sultan untuk memberi tahun,
tentang rencananya melakukan serangan pada pemberontak Abdullah Pasya dengan
sebab-sebab ini. Namun, jawaban Sultan justru menunjukkan lemahnya posisi
pemerintahan Utsmani. Dalam jawabannya dia mengatakan “sesungguhnya keluhan
sebagian pedagan tidak mungkin bisa dijadikan alasan untuk menyalakan api
peperangan, dan tidak mungkin pula adanya perselisihan di antara Pasya bisa
dibenarkan untuk menghunus pedang, bahkan untuk mengikutsertakan Sultan.”
Ali Pasya
yang tidak puas dengan jawaban sultan, segera mengirim pasukan yang dipimpin
oleh Ibrahim Pasya. Dengan bantuan orang-orang Kristen yang berada di Syam,
Ibrahim Pasya berhasil mengalahkan pasukan Utsmani dan menguasai keseluruhan
Syam. Namun, pasukan Utsmani berhasil menggerakkan penduduk setempat untuk
melawan Ibrahim Pasya dengan memberikan beberapa alasan, baik yang bersifat
agama maupun ekonomi. Masalah ini selesai setelah diadakan kesepakatan London
pada tahun 1840 M,kesepakatan ini menyebutkan bahwa keberadaan orang-orang Ali
Pasya di Syam hanya selama masa hidup Ali Pasya.
- Pengiriman Mahasiswa
ke Luar Negeri
Berbagai
catatan sejarah menunjukkan antara tahun 1813-1849 ada tiga ratus sebelas
mahasiswa Mesir yang dikirim ke Italia, Prancis, Inggris, dan Austria atas
biaya pemerintah yang mencapai anggka £273.360. sebuah rumah khusus didirikan
di Paris untuk kepentingan mahasiswa-masasiwa ini. Subjek-subjek pelajaran yang
secara khusus dipelajari adalah militer dan angkatan laut, teknik mesin,
kedokteran, farmasi, kesenian dan kerajinan. Sejak itu bahasa Prancis mempunyai
kedudukan khusus dalam kurikulum Mesir, bahkan sekolah-sekolah Prancis di Mesir
hingga saat ini selalu menjadi favori para pelajar dibanding
institusi-institusi lainnya. Diantara mahasiswa tersebut yang mempunyai nama
besar adalah Rif’at Al-Thahthawi, setelah kembali dari Prancis ia membawa
gagasan mengenai nasionalisme, Al-Thahthawi ini juga merupakan tokoh
pembaharuan dalam sejarah Mesir modern.
- Kebijakan Ekonomi
Internasional
Ali Pasya
dalam kebijakan ekonominya menerapkan sistem kebebasan ekonomi. Dia membuka
pintu perdagangan kepada orang-orang Eropa untuk memasuki Mesir dan menguasai
ekonominya. Dengan demikian, Mesir menjadi ladang subur yang dijadikan sebagai
sumber pasaran Eropa dalam hal hasil bumi. Akibat dari kebijakan ini, Mesir
memiliki hubungan yang kuat dengan Eropa baik secara peradaban ataupun ekonomi.
Maka para pelaku bisnis di Mesir memiliki ketergantungan kepada pasar Eeropa
dari segi ekonomi.
Demikian
pembahasan mengenai kebijakan-kebijakan dari tokoh yang dikenal sebagai bapak
Mesir modern. Semoga pengetahuan yang kita dapatkan dapat bermanfaat dikemudian
hari.
BIBLIOGRAFI
Hitti,
Philip. K. 2006. History of The Arabs. Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta.
Lapidus, Ira.
M. 2000. Sejarah Sosial Umat Islam I dan II. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Nasution,
Harun. 1988. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
Jakarta: Bulan Bintang.
Rasyid,
Soraya. 2013. Sejarah Islam Abad Modern. Yogyakarta: Ombak.
Shallabi, Ali
Muhamad Ash. 2014. Bangkit dan Rybtuhnya Khilafah Utsmaniyah.
Jakarta: al Kautsar.
http://wawasansejarah.com/muhammad-ali-pasya/
Borgata Hotel Casino & Spa | DrMCD
BalasHapusBorgata 의정부 출장샵 Hotel 목포 출장안마 Casino 시흥 출장마사지 & Spa | 익산 출장샵 Dr.MCD 남원 출장마사지