SKI MA KELAS XII :ISLAM DI INDONESIA


            Pada jaman dahulu wilayah Nusantara lebih luas jika dibandingkan dengan Indonesia pada masa sekarang. Wilayah Nusantara pada masa itu meliputi Malaysia, Brunai, Philipina dan Thailand. Pada masa itu Nusantara juga dikenal dengan nama “Negeri Bawah Angin”. Disamping itu Nusantara juga diberi sebutan “Lesser India” atau India Kecil. Sedangkan orang-orang yang berada diwilayah Nusantara memberikan sebutan “Negeri Atas Angin” kepada negeri India, Persia, dan Arab. Adapun orang-orang Nusantara yang berada di Haramain (Mekah dan Madinah), mereka dikenal dengan sebutan Jawi. Karena itu seorang ulama Nusantara yang sedang belajar atau tinggal di tanah suci, mereka dikenal dengan sebutan ulama. Semoga keterangan ini mengantarkan kalian untuk mempelajari sejarah perkembangan Islam di Nusantara.

A.     Asal Usul Islam masuk Nusantara
Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Nusantara di kenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal Masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdaganggan antara kepulauan Nusantara dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang di jual di sana menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku di pasarkan di Jawa dan Sumatra, untuk kemudian di jual kepada para pedagang asing pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering di singgahi para pedagang asing, seperti Lamuri (Aceh), Barus dan Palembang di Sumatra ; Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
Bersamaan dengan itu, datang para pedagang yang berasal dari timur Tengah. Mereka tidak hanya membeli dan menjajakan barang dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan agama Islam. Dengan demikian, agama Islam telah ada di Nusantara ini bersamaan dengan kehadiran para pedagang Arab tersebut, meskipun belum tersebar secara intensif ke seluruh wilayah Indonesia.[
Kotak Teks: Kamus Istilah
Wali :  pembela, teman dekat,
   Orang yang dekat 
   dengan Allah  
Ulama’:  ahli dalam pengetahuan
   Agama Islam
Sunan :  raja (raja-raja di Jawa )Pembahasan tentang asal-usul Islam di Nusantara serta siapa  pembawanya menjadi perdebatan para ahli sejarah. Banyak sekali para sejaran yang mengupas tentang asal usul Islam masuk ke Nusantara. Dan  pada paparan berikut  Setidaknya ada tiga teori mengenai asal-usul Islam di Nusantara yaitu Persia, India, dan Arab. Teori pertama mengungkapkan bahwa Agama Islam masuk ke Nusantara berasal dari Persia. Teori ini didukung oleh kenyataan bahwa di Sumatera bagian utara (Aceh) terdapat perkumpulan orang orang Persia sejak abad ke-15. Marrison juga menguatakan teori pertama ini dengan dasar  adanya pengaruh Persia yang jelas dalam kosakata kesusateraan Melayu. Kedatangan  ulama besar bernama Al-Qadhi Amir Sayyid as-Syirazi dari Persia di Kerajaan Samudera Pasai ikut juga sebagai pengyat dan penegas teori Persia.
            Teori kedua berpendapat  bahwa agama Islam masuk ke Nusantara berasal dari negara  India. Snouck Hurgronje (Belanda) misalnya mengungkapkan bahwa agama Islam masuk ke  Nusantara berasal dari kota Dakka, India. Walau berbeda dengan Snouck Hurgronje ahli sejarah lain yaitu Pijnappel dan Moquette keduanya juga sama dari Belanda ini berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Nusantara berasal dari Gujarat dan Malabar, India. Pembawanya adalah orang Arab yang telah lama tinggal di wilayah tersebut. Penggagas teori kedua ini  mendasarkan penelitiaanya  pada kesamaan mazhab yang dianut oleh kaum muslimin di  Nusantara dan di Gujarat.
Di samping itu Moquette menguatkan teori Islam Nusantara berasal dari Gujarat (India), dengan hasil penelitiannya terhadap batu nisan di kedua wilayah tersebut. Menurutnya, ada persamaan mencolok dan jelas antara batu nisan di Pasai yang tertulis tanggal 17 Zulhijah 831 H / 27 September 1428 M dan batu nisan syekh Maulana Malik Ibrahim( salah satu wali songo) di Gresik dengan batu nisan di Cambay, Gujarat. Atas dasar penemuan itulah, Moquette menegaskan bahwa Islam di Nusantara berasal dari Gujarat.  Teori Islam Nusantara ini juga diperkuat oleh  Fatimi. Ia  menyatakan bahwa Islam berasal dari Bengal. Hasil penelitian Fatimi atas batu nisan Malik al-Saleh diketemukan adanya banyak  persamaan antara batu nisan tersebut dengan batu nisan di Bengal. Fatimi juga menguatkan pendapatnya dengan menandaskan bahwa kebanyakan para tokoh di Pasai adalah orang Bengal atau keturunan dari mereka.
            Menurut pendapat Morisson; agama Islam masuk ke  Nusantara dibawa oleh orang-orang dari  Pantai Coromandel. Pendapat yang sama sebelumnya pernah dikemukakan oleh Arnold. Ia mendasarkan penelitiannya pada kesamaan mazhab antara kaum muslimin dari Pantai Coromandel (juga Malabar) dan Nusantara, yakni kebanyakan mengikuti mazhab Syafi’iyah. Namun, Arnold mengakui juga bahwa Coromandel dan Malabar tidaklah satu-satunya asal-usul Islam masuk ke Nusantara. Ia perpendapat  bahwa Islam Nusantara juga berasal dari negara Arab. Teori Arnold yang menyatakan bahwa Islam berasal dari India dan Arab sekaligus juga pernah dikemukakan oleh sejarawan yang bernama Crawford.
            Teori ketiga Menurut sejarawan, Keijzer memiliki analisis yang berbeda, menurut nya, Agama Islam masuk ke Nusantara berasal dari Mesir. Ia mendasarkan teorinya pada kesamaan mazhab, yaitu mazhab Syafi’iyah. Sementara itu, Niemann dan de Holander menyatakan Hadramaut sebagai tempat Islam berasal. Pada umumnya, para ahli di Indonesia setuju teori Arab ini.
Berdasarkan hasil seminar Nasional masuknya Islam ke Nusantara yang diadakan tahun  1969 dan tahun 1978, mereka  menyimpulkan bahwa agama Islam masuk ke Nusantara pada abad VII M dan langsung dari tanah Arab. Daerah yang pertama kali disinggahi adalah pesisir Sumatera. Agama Islam disebarkan oleh para saudagar muslim yang juga bertidak sebagai muballigh, dan dilakukan dengan cara damai.

B.     Proses Penyebaran Islam di Indonesia
Ditunjau dari letak geografisnya , wilayah Indonesia terletak  kawasan Asia Tenggara. Masyarakat di wilayah ini telah mempunyai  peradaban yang tinggi sebelum kedatangan Islam. Hal demikian  dikarnakan  kawasan Asia Tenggara terdiri dari negara-negara yang memeiliki kesamaan budaya dan agama. Negara-negara ini, termasuk Indonesia telah memiliki kontak dengan peradaban bangsa India dan Cina. Tidak hanya dalam aspek peradabannya saja, tetapi juga adat istiadat, agama dan kepercayaan.
Dalam sejarah Indonesia, banyak ditulis para sejarawan bahwa bangsa Indonesia  mengenal tulisan yang diajarkan oleh para penyebar agama Hindu dan Budha. Pengaruh ini telah berlangsung cukup lama, mungkin sejak abad ke-6 atau ke-7 M sampai abad ke-14 dan ke-15 M. Pengaruh Agama Hindu  dan Buda memberikan peran yang penting dan membawa perubahan besar, terutama dalam sistem pemerintahan para raja dianggap sebagai titisan para dewa.
Bukti pengaruh Hinduisme dan Budhiesme bagi bangsa Indonesia dapat terlihat dari banyaknya bangunan-bangunan suci tempat kaum Hindu dan Buda beribadah, seperti candi-candi, ukiran, dan sebagainya. Semua bangunan itu merupakan perpaduan antara seni bangunan pra sejarah dengan bangunan zaman sejarah, yaitu bangunan zaman megaliticum, seperti punden berundak-undak. Ukiran dan relief yang terdapat di dalam bangunan kuno tersebut  menggambarkan kreativitas dan karya masyarakat Indonesia sat itu.
Pada  bidang sastra, ditemukan kitab semacam kitab suluk yang mengkisahkan perjalanan seorang sufi agar memperoleh ilmu sejati. Kitab lain adalah kitab Dewa Ruci, dan sebagainya. Paparan tersebut menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia sebelum menerima agama Islam telah mempunyai agama dan kepercayaan yaitu agama Hindu, Budha, selain animisme dan dinamisme yang telah berkembang lama sebelumnya. Di sisi lain, bangsa Indonesia telah mempunyai peradaban  megaliticum dan peradaban yang merupakan gabungan antara peradaban lokal dengan peradaban Hindu-Budha.
Proses penyebaran agama Islam  di Indonesia dilakukan dengan banyak cara, yaitu melalui perdagangan, perkawinan, pendidikan, politik, kesenian, tasawuf, yang kesemuanya mendukung meluasnya ajaran agama Islam.
1)       Perdagangan. Pada abad ke-7 M, bangsa Indonesia kedatangan para pedagang Islam dari Arab, Persia, dan India. Mereka telah ambil bagian dalam kegiatan perdagangan di Indonesia. Hal ini konsekwensi logisnya menimbulkan jalinan hubungan dagang antara masyarakat Indonesia dan para pedagang Islam. Di samping berdagang, Sebagai seorang muslim juga mempunyai kewajiban berdakwah maka para pedagang Islam juga menyampaikan dan megajarkan agama dan kebudayaan Islam kepada orang lain. Dengan cara tersebut, banyak pedagang Indonesia memeluk agama Islam dan merekapun menyebarkan agama dan budaya Islam yang baru dianutnya kepada orang lain. Dengan demikian, secara bertahap agama dan budaya Islam tersebar dari pedagang Arab, Persia, India kepada bangsa Indonesia.
      Proses penyebaran Islam memlalui perdagangan sangat menguntungkan dan lebih efektif di banding cara  lainnya. Apalagi yang terlibat dalam perdagangan bukan hanya dari golongan masyarakat bawah, melainkan juga golongan kelas atas seperti kaum bangsawan atau raja.
2)       Perkawinan. Para pedagang muslim melakukan aktifitas perdagangan dalam waktu yang cukup lama, banyak dari mereka yang tinggal dalam waktu yang cukup lama dalam suatu daerah. Keadaan inilah yang mempererat hubungan mereka dengan penduduk pribumi atau dengan kaum bangsawan pribumi.
Hubungan kominikasi yang baik ini tidak jarang diteruskan dengan adanya perkawinan antara putri kaum pribumi dengan para pedagang muslim. Melalui perkawinan inilah terlahir seorang muslim. Lambat laun terbentuk masyarakat muslim dengan adat Islam hingga suatu saat terbentuknya sebuah Kerajaan Islam. Misalnya, perkawinan Raden Rakhmat atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila, perkawinan antara Sunan Gunung Jati dengan putri Kawungaten, perkawinan antara Raja Brawijaya dengan putri Jeumpa yang beragama Islam kemudian berputra Raden Patah yang pada akhirnya menjadi raja Demak.
3)       Politik. Seorang raja tentu saja mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar dan memgang peran yang penting  dalam proses Islamisasi.  Pada saat seorang raja memeluk agama Islam, maka rakyat juga akan berbondong-bondong mengikuti jejak rajanya memeluk agama Islam. Telah dimaklumi masyarakat Indonesia memiliki kepatuhan yang tinggi dan seorang raja selalu menjadi panutan bahkan menjadi contoh bagi rakyatnya.
Setelah Raja dan rakyat memeluk agama Islam, maka kepentingan politik dilakukan dengan cara perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti dengan penyebaran agama Islam. misalnyanya, Sultan Demak mengirimkan pasukannya di bawah pimpinan Fatahillah untuk menguasai wilayah Jawa Barat dan memerintahkan menyebarkan agama Islam di sana.
4)       Pendidikan. Seluruh da'i, ulama, guru-guru agama, ataupun para Kyai juga memegang peranan penting dalam penyebaran agama Islam dan kebudayaan Islam. Mereka menyebarkan Islam melalui jalur pendidikan, yaitu dengan mendirikan pondok-pondok pesantren.  Pondok pesantren adalah pusat tempat pengajaran agama Islam bagi para murid yang di lingkungan pesantren dinamakan santri.  Mereka kemudian menyebarkan dan mengembangkan agama Islam ke masyarakat, bahkan setiap santri setelah lulus dari pesantren mereka selalu berusaha untuk dapat membangun pesantren sendiri dan juga tempat ibadah sehingga tak asing kita banyak menjumpai pondok pesantren di sekitar kita.
Pondok pesantren yang didirikan semuanya bertujuan untuk lebih mempermudah penyebaran dan pemahaman agama Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rakhmat di Ampel denta, Surabaya, dan pesantren yang didirikan oleh Sunan Giri di Giri. Para santri yang mengikuti pendidikan bukan hanya dari daerah-daerah sekitar pondok pesantren itu saja, melainkan juga datang dari daerah-daerah yang sangat jauh, seperti dari daerah Kalimantan,Maluku, Makasar, Sumatra, untuk belajar di pesantren tersebut.
5)       Kesenian. Penyebaran Agama Islam melalui kesenian dapat dilakukan dengan mengadakan pertunjukan seni gamelan da Wayang . Cara seperti ini banyak ditemui  di Jogjakarta, Solo, Cirebon, dan lain-lain. Seni gamelan banyak digemari masyarakat Jawa dan ini tentu dapat mengundang masyarakat berkumpul dan selanjutnya dilaksanakan dakwah Islam. Disamping seni gamelan juga terdapat seni wayang. Pertunjukan seni wayang sangat digemari oleh masyarakat. Melalui cerita-cerita wayang para ulama menyisipkan ajaran agama Islam, sehingga masyarakat dengan mudah menangkap dan memahami ajaran Islam. Contohnya, Sunan Kalijaga memanfaatkan seni wayang untuk proses Islamisasi Dengan  mengadakan pertunjukan wayang dan karcis tanda masuknya cukup dengan mengucap kalimat Syahadah. Selain itu, pengaruh Islam juga berkembang melalui seni sastra, seni rupa atau seni kaligrafi dan seni-seni lainnya.
6)       Tasawuf. Seorang Sufi biasa dikenal dengan  hidup dalam kesederhanaan, mereka selalu menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama di tengah-tengah masyarakatnya. Para Sufi biasanya memiliki keahlian yang membantu masyarakat, diantaranya ahli dalam menyembuhkan penyakit dan lain-lain. Mereka juga aktif meyiarkan dan mengajarkan ajaran  Islam. Penyiaran agama Islam dengan mudah dapat diterima oleh masyarakat. Para sufi  pada masa itu antara lain Hamzah Fansuri di Aceh dan Sunan Panggung Jawa.
            Dengan melalui banyak saluran di atas, Agama Islam dapat diterima dan berkembang pesat sejak sekitar abad ke-13 M. Dan ada hal-hal yang sangat penting untuk diketahui mengapa agama Islam mudah diterima oleh masyarakat Indonesia antara lain :
1)       Agama Islam bersifat terbuka, sehingga penyiaran dan pengajaran agama Islam dapat dilakukan oleh setiap orang Islam.
2)       Penyebaran Agama Islam dilakukan dengan cara  damai.
3)       Islam tidak mengenal diskriminasi dan tidak membedakan kedudukan seseorang dalam masyarakat.
4)       Perayaan-perayaan  dalam agama Islam dilakukan dengan sederhana.
5)       Dalam  Islam dikenal adanya kewajiban mengeluarkan Zakat yang bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan kahidupan masyarakatnya dengan adanya kewajiban zakat bagi yang mampu.

C.     Penyebaran Islam melalui kekuasaan

            Proses penyiaran agama Islam  di Indonesia dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya melalui kekuasaan politik, sehingga mendukung meluasnya ajaran Islam. Sebelum Islam dipeluk secara luas, perkembangan Islam mulanya terjadi di kota-kota pelabuhan. Selanjutnya secara perlahan-lahan tapi pasti agama Islam mulai dipeluk para penguasa pelabuhan lokal. Islam telah memberikan identitas baru sebagai simbol perlawanan terhadap penguasa pusat yang Hindu di pedalaman. Berangkat dari kerajaan kecil berbasis maritim kemudian agama Islam berkembang dan menyebar lebih luas sampai jauh ke pedalaman.

1.           Kerajaan Islam Samudera Pasai
   Kerajaan Islam Samudera Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan sekitar awal atau pertengahan abad ke-13 M. sebagai hasil proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi oleh para pedagang muslim sejak abad ke-7 M, dan seterusnya. Raja pertamanya adalah Malik al-Sholeh. Pulau Sumatera adalah daerah Nusantara yang paling awal melakukan kontak dengan para saudagar muslim. Sebelum sampai di Cina, para pedagang dari Arab, Persia, dan India singgah di pelabuhan-pelabuhan di sepanjang pantai Sumatera. Pada saat yang sama  kerajaan  Sriwijaya sedang mengalami kemunduran, pusat-pusat pelabuhan dagang terus bergeser kearah utara.
            Keberadaan para saudagar muslim merupakan sumber ekonomi yang sangat meguntungkan. Keunggulan para pedagang muslim memudahkan mereka memantapkan posisi, sehingga bisa dengan mudah masuk ke lingkaran istana melalui perkawinan dengan perempuan dari kalangan bangsawan setempat.
            Penyebaran Agama Islam di Nusantara pada abad 13 M tidak lagi menjadi monopoli para saudagar muslim. Peran da'i profesional menjadi lebih menonjol, mereka terdiri dari para sufi dan ulama yang menjadi lokomotif utama dakwah Islam. Sasaran dakwahnya lebih diarahkan pada para penguasa pelabuhan.
Hikayat Raja-raja Pasai juga sebagai  bukti peran da'i yang profesional. Cerita ini menceritakan penguasa Samudera Pasai bernama Merah Silu yang memeluk agama Islam atas ajakan Syekh Ismail. Syekh Ismail adalah seorang Da'I dan utusan Syarif Mekah yang datang melalui Malabar. Setelah memeluk agama Islam, Merah Silu mengganti namanya menjadi Malik al-Saleh. Raja Samudera Pasai ini memperistri putri kerajaan Perlak yang bernama Ganggang Sari, sehingga adanya perkawinan kedua kerajaan tersebut menjadi kekuatan besar untuk penyebaran dakwah Islam di Sumatera dan daerah-daerah sekitarnya. Menurut para sejarawan bahwa Samudera Pasai bukanlah kerajaan Islam pertama di Nusantara. Karena Sebelumnya, telah berdiri Kerajaan Perlak dan Aru.
            Letak Kerajaan Samudera Pasai berada di pesisir timur laut Aceh (sekitar Kabupaten Lhokseumawe atau Aceh Utara sekarang). Ibu kotanya ada di muara Sungai Pasangan, sungai ini  cukup panjang dan lebar di sepanjang jalur pantai yang memudahkan kapal-kapal dan perahu-perahu untuk masuk ke pedalaman Sumatra. Terdapat dua kota besar yang terletak berseberangan di muara Sungai Pasangan, yaitu Samudera dan Pasai. Kota Samudera letaknya lebih berada di pedalaman, sedangkan kota Pasai letaknya lebih dekat dengan muara sungai Pasangan.
Kotak Teks: MASJID AGUNG DEMAK
Menurut Babad Demak, Masjid Agung Demak didirikan pada tahun 1399 Saka (1477 M) yang ditandai candra sengkala berbunyi “Lawang Terus Gunaning Janmi”. Akan tetapi, pada mihrab masjid terdapat gambar bulus sebagai lambang tahun 1401 Saka (1479 M). Bangunan ini terbuat dari kayu jati. Ukurannya 31 x 31 m, sementara serambinya berukuran 31 x 15 m. Atap tengahnya ditopang empat buah tiang kayu yang dinamakan saka guru. Atapnya tersusun tiga tingkat yang merupakan perlambang Iman, Islam, dan Ihsan. Pintunya yang lima buah melambangkan lima rukun Islam, sementara jendelanya yang enam buah melambangkan rukun iman. 
( Sumber : Menjelajahi Peradaban Islam oleh Achmadi Wahid, dkk, 2006, hal 123)            Menurut catatan Ibnu Batutah pada tahun 1345 menyatakan, ketika Ibnu Batutoh singgah di  Pasai, raja yang berkuasa bernama Malik al-Zahir. Ibnu Batutah menganggap bahwa raja ini benar-benar menunjukkan citra sebagai seorang raja muslim. Karena Batas kerajaannya sangat luas, sehingga membutuhkan waktu berhari-hari untuk menyusuri pantai wilayah kekuasaannya. Malik al-Zahir terkenal sebagai seorang raja yang ortodoks, suka mengajak dan mengundang diskusi dengan para ahli fikih dan ushul, sehingga istananya ramai dikunjungi para cendekiawan dari berbagai negeri. Ia mengadakan hubungan dengan dunia Islam, diantaranya dengan Persia dan Delhi. Ia juga terkenal sebagai seorang raja muslim yang tak segan-segan memerangi negeri-negeri penyembah berhala di sekitar wilayah kekuasaannya. Banyak negeri yang akhirnya takluk di bawah kekuasaan kerajaan Samudera Pasai.
            Kerajaan Samudera Pasai ini berdiri sampai tahun 1524 M. Pada tahun 1521 kerajaan Samudera Pasai ditaklukkan dan dikuasai oleh Bangsa Portugis yang kemudian menguasainya selama tiga tahun. Setelah itu, sejak tahun 1524 dan seterusnya, Kerajaan Samudera Pasai masuk dibawah kekuasaan Kerajaan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam. Kerajaan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada awal abad ke-16 M. Ia memerintah antara tahun 1507 M hingga 1522 MBerangkat dari kemajuan Islam di Pasai, kemudian Islam tersebar ke berbagai wilayah sebagian besar Aceh, Pariaman, Minangkabau, sepanjang pesisir utara dan selatan Pulau Sumatera, Malaka dan pulau-pulau sekitarnya, termasuk Jawa. Bahkan, orang-orang Islam dari Sumatera yang gemar merantau telah menyebarkan agama Islam hingga ke Kalimantan dan Sulawesi. Dalam catatan sejarah, pulau Sumatera merupakan titik tolak penyiaran agama Islam di Nusantara. Dari Sumatera inilah Islam mengembangkan sayap dakwahnya ke seluruh penjuru Tanah Air, sampai akhirnya Islam menjadi agama yang dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia.

2. Kerajaan Islam Demak
Kerajaan Islam Demak didirikan atas prakarsa para Wali. Di bawah pimpinan Sunan Ampel Denta, Wali Songo bersepakat mengangkat Raden Patah sebagai raja pertama kerajaan Demak, ia mendapat gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagana. Raden Patah dalam menjalankan pemerintahannya, terutama dalam persoalan-persoalan agama, dibantu oleh para wali. Sebelum Demak yang masih bernama Bintoro merupakan daerah asal (kekuasaan) Majapahit yang didirikan raja Majapahit kepada Raden Patah. Daerah ini semakin lama berkembang menjadi daerah yang ramai dan pusat perkembangan agama Islam yang diselenggarakan para Wali.
Keberadaan makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik, Jawa Timur adalah sebagai bukti paling awal adanya  agama Islam di Jawa. Makam tersebut bertanggal  tahun 475 H / 1028 M. Namun, belum ada bukti bahwa komunitas Islam pada waktu itu sudah terbentuk. Di Trowulan dan Tralaya, di dekat situs istana Majapahit, terdapat nisan-nisan orang –orang Islam . Nisan itu bertanggal 1290 tahun Saka (1368-1369 M). Melihat Kutipan ayat- ayat  Al-Qur’an pada nisan-nisan itu menunjukkan kehadiran Islam pada sekitar tahun itu. Sementara, penggunaaan kalender Saka menandakan bahwa yang dikubur adalah orang Jawa. Gaya hiasan pada nisan dan lokasinya di dekat istana Majapahit mengindikasikan  status kebangsawanan yang dimakamkan.
Berita Cina menunjukkan Bukti kedatangan muslim di Jawa yaitu yang tertulis pada laporan perjalanan seorang muslim Cina bernama Ma Huan. seorang penulis yang mengikuti perjalanan Laksamana Cheng-Ho.. Bukunya yang berjudul Ying-yai Sheng-lan (“Tinjauan Umum Mengenai Pantai-pantai Samudera; tersebut tahun 1451 M) mengisahkan perjalanannya pada tahun 1413-1415 menyusuri daerah pesisir Jawa. Menurutnya, ada tiga macam penduduk Jawa, yaitu muslim dari Barat, orang Cina (sebagian beragam Islam), dan orang Jawa penyembah berhala. Jadi, sebelum jatuhnya Majapahit, Islam telah hadir di Jawa. Secara umum diakui bahwa Maulana Malik Ibrahim adalah da'i pertama di Jawa. Ia meninggal tahun 1419 dan dimakamkan di Kota Gresik Jawa Timur.
            Agama Islam masuk ke tanah Jawa diperkenalkan oleh para saudagar muslim. Hubungan antara Pasai dan Jawa berkembang semakin intensif. Ke Pasai para saudagar Jawa membawa beras. Dari Pasai, mereka membawa lada ke Jawa. Di samping itu, kota-kota pelabuhan yang berada di sepanjang pesisir utara Jawa menjadi tempat persinggahan bagi para saudagar Muslim dalam pelayaran dari Malaka menuju Maluku. Pada abad ke-15 M, banyak dijumpau para penguasa kota pelabuhan di pesisir utara Jawa telah memeluk agama Islam. Menurut Tome Pires, pada tahun 1514 M Para penguasa Kota Tuban dan Gresik adalah pemeluk Islam generasi ketiga. Pada umumnya, kota-kota pelabuhan mempunyai otonomi dan otoritas yang tinggi terhadap kekuasan pusat di pedalaman. Dan pada akhirnya kota-kota tersebut mampu melepaskan diri dari kekuasaan Pusat di Majapahit.
Kotak Teks: TIGA RAJA
Kesultanan Demak secara berturut-turut dipimpin oleh tiga raja, yakni Raden Fatah, Adipati Unus, atau Pati Yunus (Prabu Anom, Pangeran Palembang Anom atau Pangeran Sabrang Lor) sebagai raja kedua menggantikan ayahnya yang wafat pada tahun 1518, dan Sultan Trenggono (Ki Mas Palembang atau Maulana Trenggono), yang tak lain saudara Adipati Unus, sebagai raja ketiga (1521-1546).
( Sumber : Menjelajahi Peradaban Islam oleh Achmadi Wahid, dkk, 2006, hal 121)            Berdirinya kerajaan Demak diakui sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa. secara luas diakui pula bahwa Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Fatah (1500-1518 M). Mulanya, ia adalah seorang bawahan Majapahit yang menjabat adipati di Bintoro, Demak. Dengan bantuan daerah-daerah lain yang sudah lebih dulu menganut Islam, seperti Gresik, Tuban dan Jepara, Raden Fatah secara terang-terangan memutuskan ikatan dengan Majapahit, yang kala itu tengah mengalami masa kemunduran. Ia mendirikan kerajaan Islam yang beribu kota Demak, sehingga lebih dikenal dengan Kerajaan Demak. Kesuksesan Demak lepas dari kekuasan Majapahit tidak lepas dari konflik internal kekuasaan Majapahit. Perang saudara yang dikenal dengan Perang Paregreg sangat memperlemah kekuatan Majapahit.
            Demak mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Trenggono. Demak berhasil memainkan peran strategis sebagai basis penyebaran Islam di Jawa pada abad ke-16. Daerah kekuasaan Demak meliputi pesisir pantai utara Jawa. Pengaruhnya bahkan melampaui beberapa wilayah di luar Pulau Jawa. Pada tahun 1523-1524 M, Sunan Gunung Jati dengan tentara Demak berangkat menuju kearah Barat untuk menaklukan Banten. Sunan Gunung Jati adalah bersal dari Pasai yang menyingkir dari sana setelah Samudera Pasai ditaklukan bangsa Portugis. Sunda Kelapa dapat dikuasai. Namanya diganti menjadi Jayakarta. Dan pada akhirnya  Sunan Gunung Jati memerintah daeran Banten sebagai bawahan.
            Untuk mengembangkan wilayah kekuasaanya, selain melakukan ekspansi wilayah ke barat, Demak juga bergerak ke arah timur dan luar Jawa. Tercatat pada tahun 1527 pasukan Kerajaan Demak telah berhasil menguasai Tuban. Beberapa daerah menyusul dikuasainya pada tahun-tahun berikutnya: Wirosari / Purwodadi (1528), Gagelang / Madiun (1529), Medangkungan / Blora (1530), Surabaya (1531), Pasuruan (1535), Lamongan (1542), Wilayah Gunung Penanggungan (1543) dan Manaklukan Wilayah Kerajaan Kediri, tahun 1544), Sengguruh / Malang (1545). Dalam upayanya menguasai Kerajaan Hindu Blambangan pada tahun 1546, Sultan Trenggono meninggal dunia di Panarukan .
            Pengaruh Kesultanan Demak melebar hingga sirasakan sampai Kesultanan Banjar di Kalimantan. Sebelumnya, antara Jawa dan Banjar memang telah terjadi hubungan diplomatik yang erat. Banyak orang Jawa telah tinggal di sana. Pada suatu waktu, terjadi perebutan kekuasaan di Kerajaan Banjar. Pasukan tentara Demak datang untuk menengahi pertengkaran tersebut. Akhirnya, seorang calon penguasa yang didukung orang Jawa memeluk Islam. Seorang ulama Arab memberinya nama Islam. Selama Sultan Demak masih hidup, Kerajaan Banjar secara rutin mengirim upeti kepada kerajaan Demak. Pengaruh Demak atas Kesultanan Banjar ini membuka peluang bagi perluasan syiar Islam di Kalimantan. Dan dengan dukungan para sultan di Banjar, pada masa-masa berikutnya Kerajaan Kotawaringin akhirnya menganut Islam (1620), disusul oleh Kesultanan Kutai (1700).
            Dalam catatan laporan perjalanan Portugis yang ditulis oleh Loaisa pada tahun 1535, diantara kerajaan Islam di Nusantara, Kerajaan Demak dianggap paling kuat dan terus-menerus melancarkan serangan pada kekuasaan Portugis. Serangan Adipati Jepara Pati Unus yang waktu itu sudah menjadi bagian dari Kerajaan Demak ke markas Portugis di Malaka pada tahun 1512-1513 M menunjukkan Demak sebagai kekuatan yang disegani dan diperhitungkan, walaupun Serangan ini sendiri mengalami kegagalan. Dari seluruh pasukan (konon mencapai sekitar seratus kapal dan lima ribu prajurit) gabungan, hanya sepuluh persen atau sepuluh kapal yang berhasil pulang.
            Demikianlah usaha-usaha  tidak kenal lelah yang dilancarkan oleh Kerajaan Islam Demak dalam penyiaran dan penyebaran Agama Islam di pulau Jawa. Peranan para wali yang dikenal dengan sebutan Walisongo sangat kentara dalam penyiaran dan penyebaran Islam di Jawa. Pengaruh ajaran para wali di kalangan masyarakat Jawa sedemikian besar, bahkan menyamai pengaruh raja-raja masa itu. Begitu  besarnya peranan wali dalam menyiarkan dan menyebarkan Agama Islam di jawa, maka masyarakat jawa memberinya gelar Sunan [julukan yang dipakai raja].
Setelah Sultan Trenggana meninggal, terjadi perebutan kekuasaan di Kerajaan di kalangan istana Demak, antara Pangeran Sekar Seda ing Lepen dan Sunan Prawoto (putra Sultan Trenggana). Pangeran Sekar Seda ing Lepen dengan tipu muslihat dibunuh oleh utusan Sunan Prawoto.
            Putra Sekar Seda ing Lepen yang terkenal dengan sebutan Arya Penangsang dari Jipang menuntut balas kematian ayahnya dengan membunuh Sunan Prawoto. Selain Sunan Prawoto, Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri (suami Ratu Kali Nyamat, adik Sunan Prawoto). Pangeran Hadiri dituduh sebagai salah orang yang menghalangi Arya Penangsang untuk menjadi Sultan Demak.
            Kemudian Arya Penangsang dibunuh oleh Ki Jaka Tingkir yang dibantu oleh Kyai Gede Pamanahan dan putranya Sutawijaya, serta Ki Penjawi. Kemudian Jaka Tingkir naik tahta kerajaan dan penobatannya dilakukan oleh Sunan Giri. Setelah menjadi raja, ia bergelar Sultan Hadiwijaya serta memindahkan pusat pemerintahannya dari Demak ke Pajang.

3. Kerajaan Islam Mataram
Setelah permohonan Senopati Mataram atas penguasa Pajang berupa pasukan kerjaan dikabulkan, keinginannya untuk menjadi raja sebenarnya sudah terpenuhi, sebab dalam tradisi Jawa, penyerahan seperti itu berarti penyerahan kekuasaan. Senopati berkuasa sampai tahun 1601 M. Sepeninggalnya, ia digantikan oleh puteranya Seda Ing Krapyak digantikan oleh puteranya, Sultan Agung (1613 – 1646 M).
Pada masa pemerintahan Sultan Agung inilah kontak bersenjata antara kerajaan Islam Mataram dengan VOC mulai terjadi. Pada tahun 1646 M. ia digantikan oleh puteranya, yaitu Amangkurat I. Pada masanya terjadi perang saudara dengan Pangeran Alit yang mendapat dukungan dari para ulama. Akibatnya, para ulama pendukung dibantai habis pada tahun 1647 M. Pemberontakan itu kemudian diteruskan oleh Raden Kajoran 1677 M dan 1678 M. Pemberontakan-pemberontakan seperti itulah pada akhirnya menjadi sebab runtuhnya kerajaan Islam Mataram.

D.     Kiprah Ulama’ Awal di Nusantara
1. Hamzah Fansury
            Hamzah Fansury lahir di Sumatera Utara, dikenal sebagai tokoh tasawuf dari Aceh. Ia hidup antara akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-17 M. Tokoh sufi inidi tanah air terkenal  membawa paham Wahdatul Wujud, yang diambil dari pemikiran Ibnu Arabi. Keluarganya diketahui telah lama dan turun-temurun tinggal di kota Fansur (Barus), sebuah kota pantai di Sumatera.
            Hamzah Fansury banyak melakukan pengembaraan di berbagai wilayah, sampai akhirnya ia menetapkan pilihan untuk mukim di Aceh. Dalam pengembaraanya mencari ilmu dia singgah di beberapa kota seperti Kudus, Banten, dan juga ke beberapa negara seperti Johor (Malaysia), India, Persia, Siam, Mekah, Madinah, dan Irak. Pengembaraannya itu bertujuan mencapai makrifat kepada Allah swt. Setelah kembali dari perantuannya, ia tinggal di Barus, kemudian pindah ke Kota Banda Aceh.
            Berdasarkan bukti hasil karya yang terlacak, Hamzah Fansury adalah peletak dasar bahasa Melayu sebagai bahasa keempat di dunia Islam, setelah bahasa Arab, Persi, dan Turki. Para sejarawan mengasumsikan bahwa ia sudah mulai menulis pada masa Kesultanan Aceh, yaitu pada masa Sultan Alauddin Ri’ayat Syah Sayid al-Mukammal (1589-1604). Sultan Iskandar Muda memiliki peran yang besar dalam mempopulerkan hasil karya-karya Hamzah Fansury. Berbagai daerah yang dikirimi kitab karya Hamzah antara lain Gresik, Kudus, Makassar, Ternate, Malaka, Kedah. Sumatera Barat, dan Kalimantan Barat,
            Hampir seluruh hasil karya Hamzah Fansury sebagai sarana mempopulerkan pemikiran Wahdatul Wujud. Beliau memiliki keteguhan dalam berpikir, sekalipun pemikirannya tentang Kesatuan Tuhan dan makhluk ini mendapat tantangan keras dari Nuruddin ar-Raniri. Hamzah dianggap telah menyebarkan ajaran Panteisme. Memang dalam karyanya, Hamzah Fansury sering mengangkat aspek tasybih (keserupaan / kemiripan) antara Tuhan dengan alam ciptaan-Nya. Sekalipun dalam karyanya ia tidak lupa menampilkan aspek tanzih (perbedaan) antara Tuhan dan makhluk, Hanya saja yang banyak ditonjolkan adalah konsep Wahdatul Wujudnya.

2. Syamsuddin as-Sumatrani
            Syekh Syamsuddin bin Abdillah as-Sumatrani, atau sering dipanggil Syamsuddin Pasai adalah seorang ulama besar dan tokoh tasawuf yang berasal dari Aceh. Syekh Syamsuddin bin Abdillah as-Sumatrani dikenal sebagai Syekhul Islam di Kesultanan Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M).
            Syekh Syamsuddin bin Abdillah as-Sumatrani adalah  murid Hamzah Fansury Seperti gurunya, as Sumatrani juga tokoh penganut paham wahdatul wujud. Walaupun mengikuti aliran yang sama, namun ada perbedaan kentara antara guru dan murid ini. Hamzah Fansury adalah seorang sufi pencari Tuhan, yang mencoba melakukan pencarian Tuhan karena didorong oleh batinnya. sedangkan, as-Sumatrani seorang ahli sufi dan juga filosuf lebih merasakan kebutuhan mengenali hakikat dari segala sesuatu, serta mengetahui kesatuan yang tersembunyi. As-Sumatrani berpandangan bahwa usaha mengenal Tuhan harus dibimbing oleh guru yang sempurna karena bila tidak maka akan terjerembab dalam kesesatan.
            Sebagai murid yang terpercaya, as-Sumatrani mengikuti paham Wahdatul Wujudnya yang dianut gurunya, Dan paham yang dianut oleh as-Sumatrani bertentangan dengan  Nuruddin ar-Raniri. Maka oleh ar-Raniri, Ia  dianggap menebarkan ajaran yang menyesatkan. Akibatnya karya-karyanya yang berbahasa Arab dan Melayu banyak yang dibakar dan  dimusnahkan oleh Nuruddin ar-Raniri atas perintah Sultan Iskandar Sani (1636-1641).
Namun ada Beberapa kitab hasil karya as-Sumatrani  yang tersisa dan berhasil diselamatkan tetapi sudah tidak lengkap lagi. Salah satu karya besarnya yang lolos dari pembakaran, Miras al-Mu’min (Warisan Orang yang Beriman), merupakan kitab ilmu kalam yang memuat tanya jawab mengenai kepercayaan Islam. Kitab ini mengupas tentang sifat Allah, sifat para nabi, wahyu, dan hari kebangkitan. Satu kitabnya berjudul Miras al-Muhaqqiqin (Warisan Orang yang Yakin) merupakan kitab tasawuf yang mengupas zikir dan makrifat Allah swt

3. Nuruddin ar-Raniri
            Nuruddin ar-Raniri memiliki nama lengkap Nuruddin Muhammad bin Ali bin Hasanji bin Muhammad bin Hamid ar-Raniri al-Quraisyi asy-Syafi’i. Ia lahir sekitar pertengahan abad ke-16 di Ranir (sekarang Rander) di daerah Gujarat, India, dan meninggal pada tanggal 22 Zulhijah 1069 H atau bertepatan dengan 21 September
1658 M.
            Sebagai pendatang, Nuruddin ar-Raniri mulai merantau ke Nusantara, dengan memilih Aceh sebagai tempat tinggalnya. Sebelumnya mengembara, ia mengajar agama dan diangkat sebagai syekh Tarekat Rifaiah di India. Ia datang di Aceh pada tanggal 31 Mei 1637. Ada asumsi bahwa kedatangannya ke Aceh karena Aceh pada saat itu telah menggantikan peran Malaka yang dikuasai Portugis, sebagai pusat perdagangan, politik, dan studi Islam di Kawasan Asia Tenggara.
            Nuruddin ar-Raniri terkenal sebagai seorang ulama dan penulis yang sangat produktif. Pada tiap tulisannya, ar-Raniri pun selalu menyebutkan sumber pengambilannya untuk memperkuat argumen yang dipaparkannya. Tulisannya meliputi berbagai cabang ilmu agama, seperti sejarah, fikih, hadits, akidah, mistik, filsafat, danjuga ilmu perbandingan agama. Karyanya dalam bidang fikih yang cukup populer adalah al-Sirat al-Mustaqim (Jurus Lurus), membahas berbagai masalah ibadah, seperti salat, puasa, dan zakat. Karya-karya lainnya antara lain Bustan al-Salatin (berisi sejarah), dan Asrar al-Ihsan fi Ma’rifat al-Ruh wa al-Rahman (berisi ilmu kalam).
            Nuruddin ar-Raniri tertulis dalam sejaran sebagai salah seorang ulama yang mempunyai jasa besar dalam menyebarluaskan bahasa Melayu di kawasan Asia Tenggara. Pada masa itu bahasa Melayu telah tersebar luas menjadi lingua franca. Nuruddin ar-Raniri mendapat tugas sebagai mufti Kerajaan Aceh pada masa Sultan Iskandar Sani. Posisi penting ini menjadikannya leluasa untuk menerangkan tentang kesesatan ajaran Wihdatul Wujud dan menentang serta memberantas ajaran tersebut yang telah dikembangkan oleh tokoh sufi Hamzah Fansury dan Syamsuddin as-Sumatrani.
Di samping Ar-Raniri memusnakan kitab hasil karya-karaya Hamzah Fansury dan Syamsuddin as-Sumatrani, ar-Raniri juga menrbitkan karya tulisan dengan tujuan menyanggah pendapat paham Wujudiyyah yang dianggap sesat tersebut. Karya-karya untuk keperluan tersebut antara lain Asrar al-‘Arifin (Rahasia Orang yang Mencapai Pengetahuan), Syarab al-‘Asyiqin (Minuman Para Kekasih), dan Al-Muntahi (Pencapai Puncak). Di samping berupa tulisan, Ar-Raniri juga melakukan sanggahan melalui polemik-polemik terbuka dengan para pengikut Wujudiyyah.

4. Nawawi al-Bantani
            Nawawi al-Bantani nama lengkapnya yaitu Nawawi bin Umar bin Arabi. Di lingkungan keluarganya, ia dikenal dengan sebutan Abu Abdul Mu’ti. Nawawi al-Bantani lahir di Banten pada tahun 1813 M dan meninggal pada tahun 1897 M di Mekah.
Makam Nawawi al-Bantani berada di pemakaman Ma’la, berdekatan dengan makam istri Nabi saw. Khadijah. Bila ditelisik dari silsilah keluarga ayahnya, Nawawi adalah salah satu keturunan penguasa pertama kerajaan Banten, Sultan Hasanuddin, putra Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
Kotak Teks: Syekh Nawawi al-Bantani telah mampu menghasikan tulisan  sejumlah 115 buah. Ada sumber lain menyebutkan 99 buah, yang membahas berbagai disiplin ilmu. Dan dari bidang ilmu tauhid antara lain terbit kitab Fath al-Majid (Pembuka bagi Yang Mulia), Dalam bidang fikih terbit Sullam al-Munajah (Tangga untuk Mencapai Keselamatan)            Ketika usianya beranjak 18 tahun, Nawawi telah hafal (hafidz) Al-Qur’an. Ia pun menguasai


dengan baik hampir seluruh cabang ilmu agama, baik ilmu tauhid, fikih, tafsir, akhlak, tarikh maupun bahasa Arab. Dalam bidang ilmu kalam dan fikih, pendapat-pendapatnya lebih bercorak Ahlussunah wal Jamaah .
Nawawi al-Bantani adalah salah satu ulama' yang terkenal dan menjadi kebanggaan umat Islam di Asia tenggara, karena dikenal sebagai salah satu ulama besar di kalangan umat Islam internasional. Ia pernah menjabat sebagai imam besar Masjidil Haram. Beberapa juga mendapat julukan kehormatan dari Arab Saudi, Mesir, dan Suriah , seperti Sayid Ulama al-Hejaz, Mufti (Ulama yang dipercaya memberikan Fatwa) dan Faqih ( Ulama' ahli Fiqh). walaupun demikian, Nawawi al-Bantani tetap tampil dengan sangat sederhana.
            Pada umur 15 tahun, Nawawi telah melaksanakan ibadah haji dan tinggal di Makkah lebih dari 3 tahun untuk menimba dan memperdalam ilmu agama dari beberapa orang syekh, baik di Mekah maupun di Madinah. Seyelah pulang dari Tanah Suci (sekitar tahun 1831 M), Nawawi mengajar di  pesantren peninggalan orang tua. Namun karena situasi dan kondisi politik pada sat itu yang tidak menguntungkan, ia memilih kembali lagi ke Mekah dan bermukim  di sana hingga akhir hidupnya. Nawawi belajar kepada beberapa orang guru, diantara gurunyanya adalah Syekh Muhammad Khatib Sambas (dari Kalimantan), Syekh Yusuf Sumulaweni ,Syekh Abdul Hamid Dagastani dan Syekh Abdul Gani Bima (dari Nusa Tenggara),.
            Karena kecerdasan dan bekal ilmu agama yang ditekuninya selama 30 tahun. Syekh Nawawi menyampaikan pengajian di Masjidil Haram setiap harinya. Dan pada saat  memberikan pengajiannya banyak  murid-muridnya yang berasal dari Tanah Air antara lain K.H. Khalil (dari Bangkalan, Madura), K.H. Asy’ari (Bawean, Madura), dan K.H. Hasyim Asy’ari (Jombang, Jawa Timur). Dari Malaysia tercatat nama K.H. Dawud (Perlak), dan masih banyak lagi murid dari berbagai negara. Strateginya melawan penjajahan adalah melalui jalur pendidikan. Nawawi al-Bantani tergolong ulama' yang tidak agresif dan revolusioner, tetapi Ia  tetap anti penjajah. Pada setiap kesempatan Ia selalu  memberikan penyadaran kepada murid-muridnya dengan jiwa-jiwa keagamaan serta semangat menegakkan kebenaran di mana saja berada dengan segala tantangan yang dihadapi serta resikonya terutama melawan ketidakadilan yang dilakukan oleh penjajah barat.
            Menurut penelitian para sejarah ditemukan bukti bahwa tulisan Syekh Nawawi al-Bantani banyak mempunyai kelebihan dan keistemawaan, diantaranya adalah pemakian bahasa yang sederhana sehingga mudah dan enak dipahami oleh pembaca, hasil karyanya bisa menjelaskan istilah-istilah sulit yang sulit dipahami oleh kebanyakan pembaca, dan kemampuannya menghidupkan isi tulisan sehingga para pembaca dapat menjiwai isinya. Di negara-negara Timur Tengah, kitab-kitab karya Syekh Nawawi sudah tidak asing lagi, karena menjadi bacaan dan bahan materi serta acuan dalam berbagai kelompok kajian.
5. Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi
            Syekh Ahmad Khatib Sambasi nama belakangnya sambasi yang artinya adalah putral dari Sambas, Kalimantan. Ia adalah seorang ahli tarekat dan mendirikan Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah yang banyak kita jumpai dan tersebar di tanah Air. Ahmad Khatib lahir di Kalimantan. Tanggal lahirnya tidak terlacak secara pasti. Masa hidupnya lebih banyak dihabiskan di Mekah hingga wafatnya pada tahun 1878 M. Ia mengabdikan hidup dan mendedikasikan ilmu agama yang dikuasainya untuk menjadi guru hingga wafatnya. Menurut Snouck Hurgronje, meskipun Nawawi al-Bantani tetap menunjukkan sikap netralnya terhadap gerakan tarekat, namun ia tetap mengakui sebagai pengikut atau murid guru besar Syekh Ahmad Khatib as-Sambasi.
            Hasil karya Syekh Ahmad Khatib Sambasi yang sangat terkenal dan membawa pengaruh kuat terhadap praktik sufisme di daratan tanah Melayu adalah kitab Fath al-‘Arifin (Kemengan Orang-orang yang Makrifat). Kitab ini adalah panduan praktis berzikir dan berdoa, serta pengamalan kata-kata tertentu tanpa putus. Menurut pendapatnya, hal tersebut merupakan bagian utama dari aktivitas tarekat.
            Syekh Ahmad Khatib Sambasi mempunyai pengaruh yang luas. Murid-muridnya berasal dari berbagai belahan penjuru dunia. Di samping Nawawi al-Bantani, murid lainnya antara lain Haji Muhammad Syah dan Haji Fadil (dari Malaysia). Pengaruh tarekat yang dikembangkan oleh dua orang muridnya di Johor Malaysia ini berhasil menghimpun kurang lebih 14.000 pengikut yang loyal sekitar tahun 1940-an.
           
E.      Pengaruh Islam Terhadap Peradaban Nusantara
            Indonesia yang memiliki posisi strategis, telah menempatkanya menjadi salah satu pusat perdagangan internasional di kawasan Asia Tenggara. Lalu lintas perdagangan internasional ini jelas memberikan kontribusi sosial-ekonomi bagi wilayah Nusantara. Saudagar-saudagar muslim baik dari Arab, Persia, India, Cina maupun dari berbagai manca negara  membawa pengaruh budaya mereka. Dan pada akhirnya, kehadiran mereka ikut mempengaruhi pola pikir, sikap, dan budaya masyarakat di Tanah Air. Perkembangan ekonomi di Nusantara mengalami oerkembangan yang sepat setelah terjalinnya kontak dagang dengan para saudagar dari berbagai belahan negara di dunia.
            Dakwah Islam pada masa awal lebih bertumpu pada usaha para saudagar secara perorangan, namun ketika mereka telah berhasil masuk ke elite penguasa, dakwah Islam berkembang sangat pesat. Kemajuan dakwah Islam di Nusantara cukup besar, hal ini disebabkan  para adipati atau raja mereka masuk Islam. Karenanya, penyebaran Islam yang dilakukan oleh para pedagang pada masa berikutnya dilanjutkan oleh para penguasa dan para wali sebagai pemegang kendali pemerintahan. Hal ini turut memberi sahami yang sangat besar terhadap perkembangan agama Islam dan sekaligus kebudayaan di tanah Nusantara.
            Kedudukan ulama yang ditugasi sebagai penasihat kerajaan atau hakim dalam pemerintahan semakin membuat  penyebaran agama Islam ke daerah lain. Mereka mencetak kader-kader da'i yang diberi tugas sebagai mubalig untuk daerah-daerah yang jauh. Para ulama juga giat menulis buku dan kitab, baik dalam ilmu agama maupun ilmu umum. Selanjutnya, karya-karya tersebut dicetak dan disebarluaskan kepada masyarakat sehingga bisa menambah khazanah ilmu pengetahuan. Pemikiran dan gerakan para ulama yang mampu menyadarkan masyarakat akan kondisi keterjajahan dan  memberikan kontribusi yang berarti bagi perjuangan melawan dan mengusir kaum penjajah.
            Dalam bidang seni arsitektur, pembangunan masjid diutamakan sebagai rumah ibadah sekaligus pusat kegiatan umat. Banyak masjid yang didirikan oleh para wali yang mengembangkan gaya arsitektur yang indah dengan sentuhan etnik dan budaya lokal, contohnya, dalam pembangunan Masjid Agung Demak, Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, Masjid Agung Banten, Menara Kudus, dan Masjid Agung Baiturrahim Aceh. Keindahan arsitektur maupun ornamennya merupakan khazanah kebudayaan yang harus dijaga  kelestariannya. Lebih dari itu, sentuhan budaya setempat menjadikan kehadiran masjid dapat diterima oleh rakyat, tanpa terjadi penolakan atau gejolak sebagai akibat adanya transisi ke agama baru. Inilah salah satu kecerdikan dan kecerdasan para ulama dalam menyikapi karakter masyarakat sehingga tidak terjadi gejolak.
            Dalam bidang seni dan budaya, para wali, ulama, dan mubalig mampu membangun keharmonisan antara budaya atau tradisi lama dengan ajaran Islam. Kita mengenal di tanah Jawa wayang yang berdasar cerita Hindu Ramayana dan Mahabarata sebagai sarana dakwah para wali dan mubalig. Wayang merupakan peninggalan tradisi lama diolah dan duterjemah kembali oleh para wali dengan mengganti isinya dengan ajaran Islam. Untuk mengiringi pementasan wayang, kita kenal gamelan dan gending. Di samping seni yang memadukan dua unsur budaya, kita juga mengenal masuknya seni budaya Islam Timur Tengah ke Tanah Air seperti rebana dan qasidah .
Bidang adat-istiadat yang berkembang di Indonesia banyak terpengaruh oleh peradaban Islam. Di antaranya adalah ucapan salam kepada setiap kaum muslim yang dijumpai, atau penggunaannya dalam acara-acara resmi pemerintah. Misalnya presiden kita jika ingin berbicara baik di dalam forum resmi atau tidak, selalu menggunakan ucapan salam berupa kalimat “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh” dan banyak lagi yang lainnya. Hal itu menandai adanya pengaruh adat-istiadat Islam dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia. Pengaruh lainnya adalah berupa ucapan-ucapan kalimat penting dan doa, yang merupakan pengaruh dari tradisi Islam yang lestari. Misalnya, ucapan Basmallah ketika akan melakukan sesuatu pekerjaan.
            Demikian pula dalam bidang politik, ketika kerajaan-kerajaan Islam mengalami masa kejayaan, banyak sekali unsur politik Islam yang berpengaruh dalam sistem politik pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam. Misalnya tentang konsep kholifatullah fil ardli dan dzillullah fi ardli. Kedua konsep ini diterapkan pada pemerintah kerajaan Islam Aceh Darussalam dan kerajaan Islam Mataram. Disamping itu pada tata kota wilayah Nusantara banyak mengadaptasi sistem tatakota Islam yang memadukan antara keraton sebagai tempat aktifitas pemerintahan, masjid sebagai tempat ibadah, pasar sebagai pusat ekonomi masyarakat dan alon-alun sebagai tempat berkumpulnya masyarakat.

E. Belajar dari Sejarah
            Menyiarkan agama baru kepada penduduk yang telah menganut suatu agama bukanlah persoalan yang mudah dan ringan. Banyak kendala, tantangan, bahkan perlawanan yang harus dihadapi. Diperlukan kepiawaian, keuletan, dan kesabaran yang tinggi untuk dapat menarik simpati penduduk agar memeluk Islam. Kesuksesan dakwah Islam di Indonesia ini antara lain disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
a.    Berdakwah merupakan kewajiban sebagaimana pesan Rasulullah saw :
بَلِّغُوْا عَنِّى وَلَوْ أيَةً
 Sampaikan dariku walaupun satu ayat”.
Hadits ini menjadi motivasi bagi setiap muslim bahwa dakwah merupakan kewajiban dan panggilan jiwa.
b.    Masuk Islam memerlukan persyaratan sangat mudah, aktifitas  ibadah di dalam agama Islam cukup mudah dan tidak memberatkan, tidak membutuhkan biaya besar, sehingga bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat.
c.    Ajaran Islam tidak mengenal pembedaan derajat manusia berdasarkan kasta / gelar. Tinggi rendahnya derajat hanya ditentukan berdasarkan tingkat ketakwaan kepada Allah. Selain menunjukkan sifat demokratis, ini juga menunjukkan adanya persamaan dalam ajaran Islam.
d.    Pendekatan persuasif dan cara yang simpatik sebagai cara alternatif dalam berdakwah, seperti melalui jalur perdagangan, kesenian, dan budaya. Penaklukan dengan kekuatan militer kadang kala dilakukan, tetapi ini tidak cara yang dominan tetapi kalau memang sudah tidak ada jalan lain.
e.    Para ulama selaku pelaku dakwah mampu menampilkan kepribadian yang luhur. Keutamaan sifat ini mampu menarik simpati dan kekaguman masyarakat, sehingga mereka secara sukarela masuk agama Islam.
f.     Keseluruhan ajaran Islam dipandang sesuai kepribadian bangsa Indonesia.
            Apabila mencermati perkembangan penyebaran Islam di Nusantara, maka perkembangan Islam di Nusantara sampai dengan terbentuknya kerajaan-kerajaan Islam dapat dikelompokkan menjadi tiga fase, yaitu:
a.    Kehadiran para pedagang muslim dari Arab, India maupun Persia di kepulauan Nusantara dalam rangka berdagang sekaligus menyebarkan agama Islam
b.    Dengan bertambah banyaknya pedagang muslim dari Arab, India maupun Persia tersebut, maka terbentuklah komunitas muslim di Nusantara
c.    Keberhasilan melakukan Pendekatan politis oleh para ulama terhadap para raja dan kelompok  elite politik pada akhirnya berhasil memunculkan kerajaan-kerajaan Islam di berbagai wilayah di tanah Air.

Lintasan Peristiwa
651 M
Berdasarkan catatan sejarah Cina yang berjudul Chiu T’ang Shu menceritakan kehadiran seorang duta dari Ta Shih (Arab). Empat tahun kemudian pemimpin Dinasti T’ang juga menerima kehadiran duta Tan-mo-mi-ni (Amirul Mukminin). Duta Arab ini datang pada masa Usman bin Affan menjadi khalifah (23-35 H / 644-656 M).
671 M
I Tsing, seorang pendeta dari Cina mengabarkan adanya kaum muslimin Arab dan Persia yang tinggal di Bhoga (ibu kota Kerajaan Sriwijaya)
674 M
Adanya komunitas muslim Arab di Nusantara, tepatnya di pantai barat Sumatera. kemunculan komunitas tersebut didasarkan catatan sejarah Cina, dan dikuatkan oleh sejarawan Van Leur dan Hamka
1211 M
Penanggalan yang tertera pada batu nisan makam Sultan Sulaiman bin Abdullah al-Basir. Batu Nisan ini menjadi bukti tertua adanya Islam di Sumatera
1297 M
Sultan Malik al-Saleh wafat, Raja pertama kerajaan Samudera Pasai. Hal ini diketahui berdasarkan angka tahun yang tertulis pada batu nisan makamnya. Dan wafatnya bertepatan dengan tanggal 698 H
1405 – 1434 M
Samudera Pasai dipimpin penguasa dari kaum perempuan
1419 M
Angka tahun yang tertulis pada makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Ia oleh para sejarawan  diakui sebagai penyebar Islam pertama di Pulau Jawa
1512 – 1513 M
Serangan Pati Unus gagal mengusir Bangsa Portugis dari Malaka
1521 M
Kerajaan Samudera Pasai dikuasai oleh bangsa Portugis
1546 M
Raja Demak, Sultan Trenggono meninggal dalam suatu penaklukan di wilayah Jawa Timur. Di bawah kekuasaannyalah Demak mencapai wilayah terluas. Setelah Ia wafat, Demak berangsur-angsur menuju kemunduran dan akhirnya runtuh


Mutiara Hikmah

Nabi bersabda : ‘” Perumpamaan ulama’ di bumi adalah seperti bintang-bintang di langit yang member petunjuk dalam kegelapan bumidan laut. Apabila ia terbenam, jalan akan kabur”. ( H.R. Ahmad ).

Ikhtisar
1.          Sejak abad ke 7 M pelabuhan-pelabuhan di Asia Tenggara telah ramai dikunjungi para pedagang dan musafir dari Timur Tengah, bahkan di setiap kota, pedagang muncul membuat pemukiman Islam. Para pedagang dan musafir yang datang ke Nusantara mendakwahkan Islam kepada penduduk setempat.
2.          Proses penyebaran agama Islam di Indonesia adalah dengan melalui perdagangan, perkawinan, politik, pendidikan, tasawuf, dan seni.
3.          Agama Islam masuk ke Nusantara melalui derah-daerah di pesisir pantai..
4.          Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia banyak memberikan pengaruh terhadap peradaban bangsa seperti dalam aspek bahasa, nama, tradisi, politik dan seni



Komentar

Postingan populer dari blog ini

SKI MA KELAS XII : WALISONGO

SKI MA KELAS XII : ISLAM DI DUNIA ( AFRIKA DLL)